Dugaan Penambangan Ilegal PT LAM dan TPI Bakal Dilaporkan ke KPK

Penulis: Aripin Lapotende

WANGGUDU, TRIBUNUTARA.COM – Aktivitas penambangan di 11 IUP Blok Mandiodo, Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), terus berlanjut.

Hal ini terlihat dengan aktivitas pengangkutan dan penjualan ore nikel yang dilakukan oleh  PT Lau Agung Mining (LAM) dan PT Trimega Pasifik Indonesia (TPI) pada Rabu (29/12/2021) lalu.

Diketahui PT. LAM bekerja di atas konsesi IUP PT Aneka Tambang (Antam). Sedangkan PT. TPI beroperasi di kawasan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) PT Karya Murni Sejati (KMS) 27.

Kedua perusahaan tersebut terkonfirmasi bekerja mendapatkan arahan dari PT. Antam atas klaim lahan berdasarkan Putusan MA No. 225 K/TUN/2014 pada 17 Juli 2014 yang membatalkan SK 86/2012. Dengan begitu IUP OP PT. Antam kembali eksis dan menindih 11 perusahaan pemegang IUP perusahaan lokal lainnya.

Iqbal selaku Ketua Kraken Konut mengatakan, aktivitas kedua perusahaan tersebut diduga ilegal, karena berada di atas IUP perusahaan yang secara inkrah belum dicabut oleh negara.

Walaupun menurutnya, Putusan MA 225 dijadikan dasar, tetapi tidak serta-merta PT. Antam berhak menggerogoti kawasan hutan, apalagi menambang di lahan IPPKH PT. KMS 27.

Pihak yang berhak melakukan aktivitas penambangan di lahan tersebut kata Iqbal seharusnya hanya PT. KMS 27, berdasarkan IPPKH milik perusahaan tersebut.

“Namun Kenyataannya ditambang oleh PT. Antam melalui kontraktornya yaitu PT. TPI. Ini adalah tindakan kriminal yang bertentangan dengan undang-undang dan harus segera ditindak,” kata Iqbal.

Senada dengan itu, Sekretaris Forum Kajian Masyarakat Hukum dan Lingkungan Sultra, Agus Darmawan mengatakan, hasil investigasi pihaknya menunjukkan bahwa PT. LAM dan TPI, beraktivitas berdasarkan arahan PT. Antam.

“Ini berarti jelas bahwa Antam adalah dalang dari aktivitas kedua perusahaan tersebut yang diduga merambah kawasan hutan,” terang Agus Darmawan.

Sementara itu, KTT PT. LAM, Jondriawan membenarkan bahwa perusahaan mereka bekerja atas arahan PT. Antam yang memberi perintah kerja kepada Perumda Sultra.

“Kita diberi koordinat dan perjanjian kami jelas dan tertuang dalam sebuah akta perjanjian. Namun perlu saya jelaskan bahwa PT. Antam memberikan perintah kerja kepada Perumda Sultra berdasarkan hasil lelang yang dilakukan PT. Antam,” terang Jondriawan.

Ia mengatakan, Perumda Sultra menunjuk anak perusahaan bernama PT. BMS untuk melakukan penambangan di Blok Mandiodo, Lalindu, dan Tapunopaka.

“Namun kemudian bahwa PT. BMS sendiri tidak memiliki Izin Usaha Jasa Pertambangan, maka menunjuk PT LAM untuk melakukan produksi di lahan PT. Antam,” terangnya.

Jondriawan juga menegaskan bahwa aktivitas pihaknya legal karena atas arahan PT. Antam. Lalu terkait adanya perusahaan lain yang bekerja atas nama PT. Antam, ia tidak mengetahuinya.

“Kami tidak ada kontrak kerjasama dengan PT. TPI atau semacamnya untuk melakukan aktivitas penambangan di lahan IPPKH KMS 27,” terang Jondriawan.

Lanjutnya, penunjukan Perumda Sultra atas PT. Antam di Blok Mandiodo berdasarkan hasil lelang, sehingga terbentuk Kerjasama Operasional (KSO).

“Dan leadernya itu kami PT. LAM, sehingga kegiatan kami ini berdasarkan penunjukan dari Perumda Sultra,” terang Jondriawan.

Di tempat terpisah, HRD PT. TPI, Sujasmin menerangkan, aktivitas perusahaannya di lahan PT. KMS 27 berdasarkan kerjasama dengan PT. LAM dalam bentuk kerjasama operasi produksi.

“Ini komunikasi tingkat pimpinan untuk bekerja di lahan tersebut. Kami masuk dalam kelompok PT LAM. Ada LAM 1 yaitu PT LAM sendiri, LAM 2 itu perusahaan kami, dan LAM 3 itu perusahaan milik Pak Aceng. Jika kami ilegal kenapa tidak diberhentikan, padahal kami sudah produksi 11 tongkang telah terjual,” jelas Sujasmin.

Atas kedua pernyataan tersebut, Iqbal dikonfirmasi Selasa (4/1/2021), menduga Perumda Sultra berada di pusaran aktivitas PT. TPI dan LAM. Menurutnya, hal ini terindikasi terjadi korupsi yang mengakibatkan kerugian negara.

Aktivitas kedua perusahaan tersebut dalam melakukan pengangkutan dan penjualan ore nikel, tidak menggunakan dokumen PT. Antam melainkan perusahaan lain, sehingga patut diduga hasil penjualan tidak masuk dalam rekening PT. Antam, tapi mengalir kepada oknum yang sedang berkonspirasi.

Iqbal berjanji dalam waktu dekat akan melaporkan masalah ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diproses sesuai hukum yang berlaku.

“Data kami sudah lengkap. Insyaallah tidak menunggu lama laporan ini kami serahkan kepada KPK. Kita usut tuntas,” ketus Iqbal.

Show More
Back to top button